QIRA'AH
QIRA'AH
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pembahasan tentang perkembangan ilmu Qira’atini dimulai
dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang
hal ini; Pertama, Qira’atmulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya
al-Qur’an. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah
Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya Qira’at sebagaimana yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa Qira’atitu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan
antara Qira’atdengan riwayatdan tariqah, sebagai berikut :
a)
Qira’ata
dalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh,
sepuluh atau empat belas; seperti Qira’atNafi’, Qira’atIbn Kasir, Qira’atYa’qub
dan lain sebagainya.
b)
Sedangkan
Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para
qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua
orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayatQalun ‘anNafi’
atau riwayatWarsy ‘an Nafi’.
c)
Adapun
yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang
mengambil Qira’atdari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas.
Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka
disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa
juga disebut dengan Qira’atNafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.
Makalah ini
mencoba menguraikan tentang latar belakang adanya perbedaan dikalangan ulama
tentang qiraat dan akan kami perinci di dalam rumusan masalah berikut.
- Rumusan Masalah
- Apa Qira’at itu ?
- Apa saja yang melatarbelakangi adanya perbedaan qira’at ?
- Bagaimanakah syarat dan qira’at yang mu’tabar ?
- Tujuan Masalah
a) Agar
Mengetahui definisi qira’at
b) Supaya
mengetahui latar belakangi perbedaan qiraat
c) Agar
mengetahui syarat dan qiraat yang mu’tabar
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Qira’at[1]
Secara etimologi, lafal qira’at ( قراءة ) merupakan bentuk masdar
dari ( قرأ )
yang artinya bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai pendapat
para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.
Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul
Hadi al-Fadli bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui cara
pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang
diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang huruf), isbat
(menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal (menggantiukan huruf atau
lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui indra pendengaran.”
Sedangkan menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal, qira’at
adalah “Suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli
qira’at, seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan
lain-lain yang diperoleh dengan cara periwayatan.”
Dari definisi-definisi di atas, tampak bahwa qira’at
al-Qur’an berasal dari Nabi Muhammad SAW, melalui al-sima ( السماع ) dan an-naql ( النقل ). Berdasarkan uraian di
atas pula dapat disimpulkan bahwa:
- Yang dimaksud qira’at dalam bahasan ini, yaitu cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an sebagaimana di ucapkan Nabi atau sebagaimana di ucapkan para sahabat di hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.
- Qira’at al-Qur’an diperoleh berdasarkan periwayatan Nabi SAW, baik secara fi’liyah maupun taqririyah.
- Qira’at al-Qur’an tersebut adakalanya memiliki satu versi qira’at dan adakalanya memiliki beberapa versi.
Selain itu ada beberapa ulama yang mengaitkan definisi
qira’at dengan madzhab atau imam qira’at tertentu. Muhammad Ali ash-Shobuni
misalnya, mengemukakan definisi sebagai berikut: “Qira’at merupakan suatu
madzhab tertentu dalam cara pengucapan al-Qur’an, dianut oleh salah satu imam
qira’at yang berbeda dengan madzhab lainnya, berdasarkan sanad-sanadnya yang
bersambung sampai kepada Nabi SAW.”
Sehubungan dengan ini, terdapat beberapa istilah
tertentu dalam menisbatkan suatu Qira’at al-Qur’an kepada salah seorang imam
qira’at dan kepada orang-orang sesudahnya. Istilah tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
1)
القرأة : Apabila Qira’at al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang
imam qira’at tertentu seperti qira’at Nabi umpamanya.
2)
الرواية : Apabila Qira’at
al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang perawi qira’at dari imamnya.
3)
الطريق : Apabila Qira’at
al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang pembaca al-qur’an berdasarkan
pilihannya terhadap versi qira’at tertentu.
- Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at[2]
Mengenai hal ini, terjadi perbedaan pula dari para ulama
tentang apa sebenarnya yang menyebabkan perbedaan tersebut. Berikut pendapat
para ulama:
1)
Sebagaimana
ulama berpendapat bahwa perbedaan Qira’at al-Qur’an disebabkan karena perbedaan
qira’at Nabi SAW, artinya dalam menyampaikan dan mengajarkan al-Qur’an, beliau
membacakannya dalam berbagai versi qira’at. Contoh: Nabi pernah membaca ayat 76
surat ar-Rahman
dengan qira’at yang berbeda. Ayat tersebut berbunyi:مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَ
َبْقَرِيٍّ حِسَاٍن. Lafadz ( رَفْرَفٍ ) juga pernah dibaca Nabi
dengan lafadz ( رَفَارَفٍ ),
demikian pula dengan lafadz ( عَبْقَرِيٍّ ) pernah dibaca ( عَبَاقَرِيٍّ),sehingga menjadi :مُتَّكِئِيْنَ
عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَعَبَاقَرِيٍّ حِسَان
2)
Pendapat
lain mengatakan: Perbedaan pendapat disebabkan adanya taqrir Nabi terhadap
berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin pada saat itu. Sebagai
contoh: ( حَتَّى حِيْنَ )
dibaca ( حَتَّى عِيْنَ ),
atau ( تَعْلَمْ )
dibaca ( تِعْلَمْ ).
3)
Suatu
pendapat mengatakan, perbedaan qira’at disebabkan karena perbedaannya qira’at
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi melalui perantaraan Malaikat jibril.
4)
Jumhur
ulama ahli qira’at berpendapat perbedaan qira’at disebabkan adanya riwayat para
sahabat Nabi SAW menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
5)
Sebagian
ulama berpendapat, perbedaan qira’at disebabkan adanya perbedaan dialek bahasa
di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya al-Qur’an.
6)
Perbedaan
qira’at merupakan hasil ijtihad atau rekayasa para imam qira’at. Bayhaqi
menjelaskan bahwa mengikuti orang-orang sebelum kita dalam hal-hal qira’at
merupakan sunnah, tidak boleh menyalahi mushaf dan tidak pula menyalahi qira’at
yang mashur meskipun tidak berlaku dalam bahasa arab.
- Syarat dan Qira’at Yang Mu’tabar[3]
Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu :
1)
Sesuai
dengan salah satu kaidah bahasa Arab.
2)
Sesuai
dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
3)
Shahih
sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah
bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawa’id
bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau
berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan
pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam
dengan sanad yang shahih.
Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu
tulisan pada mushaf Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah
satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan
dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.
Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda
pendapat. Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain
mensyaratkan harus mutawatir.
a.
Qira’at
dan Macam-macamnya[4]
Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti,
menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam,
yaitu :
1)
Qira’at
Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah Qira’atyang diriwayatkan oleh
orang banyak dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara
mereka untuk berbuat kebohongan.
Contoh untuk Qira’atmutawatir ini ialah Qira’atyang
telah disepakati jalan perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah.
2)
Qira’at
Masyhur
Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang sanadnya bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan
kuat hafalannya, serta Qira’at-nya sesuai dengan salah satu rasam Usmani; baik
Qira’atitu dari para imam Qira’at sab’ah, atau imam Qiraat’asyarah ataupun
imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di kalangan ahli
Qira’atbahwa Qira’atitu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja derajatnya tidak
sampai kepada derajat Mutawatir.
Misalnya ialah Qira’atyang diperselisihkan perawiannya
dari imam Qira’atSab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’atitu
dirawikan dari salah satu imam Qira’atSab’ah dan sebagian lagi mengatakan bukan
dari mereka.
Dua macam Qira’at di atas, Qira’atMutawatir dan
Qira’atMasyhur, dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun
diluar shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh
mengingkarinya sedikitpun.
3)
Qira’at
Ahad
Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari
cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Arab. Juga tidak terkenal di kalangan imam qiraat.
Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca
al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.
4)
Qira’at
Syazah
Qira’at Syazah adalah Qira’atyang cacat sanadnya dan
tidak bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak
boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat. Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5
(lima) macam,
sebagai berikut :
a)
Ahad,
yaitu Qira’atyang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi
rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.
b)
Syaz,
yaitu Qira’atyang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.
c)
Mudraj,
yaitu Qira’atyang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.
d)
Maudu’,
yaitu Qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya)
tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.
e)
Masyhur,
yaitu Qira’atyang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta
sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.
5)
Qira’at
Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’atyang dibuat-buat dan
disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
6)
Qira’at
Syabih bil Mudraj
Qiraat Sabih bil Mudraj adalah Qira’atyang menyerupai
kelompok Mudraj dalam hadis, yakni Qira’atyang telah memperoleh sisipan atau
tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.
b.
Beberapa
Pembagian Qiro’at Menurut Tingkatan[5]
Berikut ini adalah pembagian tingkatan qiraat para imam qiraat
berdasarkan kemutawatiran qiraat tersebut, para ulama telah membaginya ke dalam
3 (tiga) kategori, yaitu :
I.
Qira’at
yang telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat di antara
para ahli Qira’atyaitu para imam Qira’atyang tujuh orang (Qira’atSab’ah).
II.
Qira’at
yang diperselisihkan oleh para ahli Qira’at tentang kemutawatirannya, namun
menurut pendapat yang shahih dan masyhur qiraat tersebut mutawatir, yaitu
Qira’atpara imam Qira’atyang tiga; imam Abu Ja’far, Imam Ya’kub dan Imam
Khalaf.
III.
Qira’at
yang disepakati ketidak mutawatirannya (Qira’atsyaz) yaitu Qira’atselain dari
Qira’atpara imam yang sepuluh (Qira’at‘Asyarah).
c.
Mengenal
Imam-Imam Qira’at[6]
Berikut ini adalah para imam Qira’atyang terkenal dalam
sebutan Qira’atSab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta Qira’atArba’ ‘Asyara :
1)
Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman
bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah
pada tahun 177 H.
Ia mempelajari Qira’atdari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’,
Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah
al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin
Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam
Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan
Sulaiman bin Jamaz.
Perawi Qira’atImam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun
(w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2)
Ibn Kasir
al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin
Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H.
dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari Qira’atdari Abu as-Sa’ib, Abdullah
bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas).
Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan
Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali, namun perawi
qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w.
251 H).
3)
Abu’Amr
al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan
al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada
yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah
sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di
Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di
Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar Qira’atdari Abu Ja’far, Syaibah bin
Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan
Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima
Qira’atlangsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya
bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi
qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w.
261 H).
4)
Abdullah
bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin
Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk
golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H,
wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima Qira’atdari Mugirah bin Abu Syihab,
Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan
dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya
yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5)
‘Ashim
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa
nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya.
Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu
Bakar, ia masih
tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima Qira’atdari Abu Abdurrahman bin Abdullah
al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani.
Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud
menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya
yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6)
Hamzah
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin
Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir
pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota
di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah
Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin
Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu
Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein
bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi Qira’at-nya
yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7)
Al-Kisa’i
al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin
Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia
mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.
Beliau mengambil Qira’atdari banyak ulama. Diantaranya
adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia,
‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang
menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua
mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang
dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri
(w. 246 H).
8)
Abu Ja’far
al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qa’qa’ al-Makhzumi
al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah seorang Imam Qiraat
‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 130 H.
Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
9)
Ya’qub
al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin
Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau
seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau
merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau
wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H.
Beliau mengambil qiraat dari Abdul Mundir Salam bin
Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin Maimun dan Abul
Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai sanad yang
bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.
Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Ya’qub yang
terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H). Dan masih banyak lg yang
lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kegunaan
Mempelajari Qira’at[7]
Dengan bervariasinya qira’at, maka banyak sekali manfaat atau
faedahnya, diantaranya:
1) Menunjukkan
betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.
2)
Meringankan
umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an.
3) Bukti
kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, karena setiap qira’at
menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu pengulangan lafadz.
4)
Penjelasan
terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira’at lain.
5)
Memperbesar
pahala.
DAFTAR PUSTAKA
ABIDIN S.,
Zainal, Drs., Seluk Beluk al-Qur’an, Jakarta:
Rineka Cipta, 1992
HASANUDDIN AF,
Anatomi Qur’an; Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam
al-Qur’an, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995
ISMAIL, Sya’ban
Muhammad, Dr., Mengenal Qira’at al-Qur’an, Semarang: Bina Utama, 1993
MUDZAKKIR AS,
Drs., Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta:
Lintera Antar Nusa, 1994