QIRA'AH

QIRA'AH

QIRA'AH

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Pembahasan tentang perkembangan ilmu Qira’atini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini; Pertama, Qira’atmulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di mana terdapat juga di dalamnya Qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa Qira’atitu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.
Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara Qira’atdengan riwayatdan tariqah, sebagai berikut :
a)      Qira’ata dalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti Qira’atNafi’, Qira’atIbn Kasir, Qira’atYa’qub dan lain sebagainya.
b)      Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayatQalun ‘anNafi’ atau riwayatWarsy ‘an Nafi’.
c)      Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil Qira’atdari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan Qira’atNafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.
Makalah ini mencoba menguraikan tentang latar belakang adanya perbedaan dikalangan ulama tentang qiraat dan akan kami perinci di dalam rumusan masalah berikut.



  1. Rumusan Masalah
    1. Apa Qira’at itu ?
    2. Apa saja yang melatarbelakangi adanya perbedaan qira’at ?
    3. Bagaimanakah syarat dan qira’at yang mu’tabar ?

  1. Tujuan Masalah
a)      Agar Mengetahui definisi qira’at
b)      Supaya mengetahui latar belakangi perbedaan qiraat
c)      Agar mengetahui syarat dan qiraat yang mu’tabar

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Qira’at[1]
Secara etimologi, lafal qira’at ( قراءة ) merupakan bentuk masdar dari ( قرأ ) yang artinya bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.
Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang huruf), isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal (menggantiukan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat melalui indra pendengaran.”
Sedangkan menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal, qira’at adalah “Suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli qira’at, seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan lain-lain yang diperoleh dengan cara periwayatan.”
Dari definisi-definisi di atas, tampak bahwa qira’at al-Qur’an berasal dari Nabi Muhammad SAW, melalui al-sima ( السماع ) dan an-naql ( النقل ). Berdasarkan uraian di atas pula dapat disimpulkan bahwa:
  1. Yang dimaksud qira’at dalam bahasan ini, yaitu cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an sebagaimana di ucapkan Nabi atau sebagaimana di ucapkan para sahabat di hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.
  2. Qira’at al-Qur’an diperoleh berdasarkan periwayatan Nabi SAW, baik secara fi’liyah maupun taqririyah.
  3. Qira’at al-Qur’an tersebut adakalanya memiliki satu versi qira’at dan adakalanya memiliki beberapa versi.
Selain itu ada beberapa ulama yang mengaitkan definisi qira’at dengan madzhab atau imam qira’at tertentu. Muhammad Ali ash-Shobuni misalnya, mengemukakan definisi sebagai berikut: “Qira’at merupakan suatu madzhab tertentu dalam cara pengucapan al-Qur’an, dianut oleh salah satu imam qira’at yang berbeda dengan madzhab lainnya, berdasarkan sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada Nabi SAW.”
Sehubungan dengan ini, terdapat beberapa istilah tertentu dalam menisbatkan suatu Qira’at al-Qur’an kepada salah seorang imam qira’at dan kepada orang-orang sesudahnya. Istilah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1)      القرأة : Apabila Qira’at al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang imam qira’at tertentu seperti qira’at Nabi umpamanya.
2)      الرواية : Apabila Qira’at al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang perawi qira’at dari imamnya.
3)      الطريق : Apabila Qira’at al-Qur’an dinisbatkan kepada salah seorang pembaca al-qur’an berdasarkan pilihannya terhadap versi qira’at tertentu.
  1. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at[2]
Mengenai hal ini, terjadi perbedaan pula dari para ulama tentang apa sebenarnya yang menyebabkan perbedaan tersebut. Berikut pendapat para ulama:
1)      Sebagaimana ulama berpendapat bahwa perbedaan Qira’at al-Qur’an disebabkan karena perbedaan qira’at Nabi SAW, artinya dalam menyampaikan dan mengajarkan al-Qur’an, beliau membacakannya dalam berbagai versi qira’at. Contoh: Nabi pernah membaca ayat 76 surat ar-Rahman dengan qira’at yang berbeda. Ayat tersebut berbunyi:مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ    وَ َبْقَرِيٍّ حِسَاٍن. Lafadz ( رَفْرَفٍ ) juga pernah dibaca Nabi dengan lafadz ( رَفَارَفٍ ), demikian pula dengan lafadz ( عَبْقَرِيٍّ ) pernah dibaca ( عَبَاقَرِيٍّ),sehingga menjadi :مُتَّكِئِيْنَ عَلَى رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَعَبَاقَرِيٍّ حِسَان
2)      Pendapat lain mengatakan: Perbedaan pendapat disebabkan adanya taqrir Nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin pada saat itu. Sebagai contoh: ( حَتَّى حِيْنَ ) dibaca ( حَتَّى عِيْنَ ), atau ( تَعْلَمْ ) dibaca ( تِعْلَمْ ).
3)      Suatu pendapat mengatakan, perbedaan qira’at disebabkan karena perbedaannya qira’at yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi melalui perantaraan Malaikat jibril.
4)      Jumhur ulama ahli qira’at berpendapat perbedaan qira’at disebabkan adanya riwayat para sahabat Nabi SAW menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
5)      Sebagian ulama berpendapat, perbedaan qira’at disebabkan adanya perbedaan dialek bahasa di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya al-Qur’an.
6)      Perbedaan qira’at merupakan hasil ijtihad atau rekayasa para imam qira’at. Bayhaqi menjelaskan bahwa mengikuti orang-orang sebelum kita dalam hal-hal qira’at merupakan sunnah, tidak boleh menyalahi mushaf dan tidak pula menyalahi qira’at yang mashur meskipun tidak berlaku dalam bahasa arab.

  1. Syarat dan Qira’at Yang Mu’tabar[3]
Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu :
1)      Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab.
2)      Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
3)      Shahih sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima para imam dengan sanad yang shahih.
Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu tulisan pada mushaf Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.
Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain mensyaratkan harus mutawatir.
a.      Qira’at dan Macam-macamnya[4]
Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :
1)      Qira’at Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah Qira’atyang diriwayatkan oleh orang banyak dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat kebohongan.
Contoh untuk Qira’atmutawatir ini ialah Qira’atyang telah disepakati jalan perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah.
2)      Qira’at Masyhur
Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya, serta Qira’at-nya sesuai dengan salah satu rasam Usmani; baik Qira’atitu dari para imam Qira’at sab’ah, atau imam Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di kalangan ahli Qira’atbahwa Qira’atitu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir.
Misalnya ialah Qira’atyang diperselisihkan perawiannya dari imam Qira’atSab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’atitu dirawikan dari salah satu imam Qira’atSab’ah dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka.
Dua macam Qira’at di atas, Qira’atMutawatir dan Qira’atMasyhur, dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun diluar shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh mengingkarinya sedikitpun.
3)      Qira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal di kalangan imam qiraat.
Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.
4)      Qira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah Qira’atyang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat. Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5 (lima) macam, sebagai berikut :
a)      Ahad, yaitu Qira’atyang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.
b)      Syaz, yaitu Qira’atyang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.
c)      Mudraj, yaitu Qira’atyang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.
d)     Maudu’, yaitu Qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya) tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.
e)      Masyhur, yaitu Qira’atyang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.
5)      Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’atyang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
6)      Qira’at Syabih bil Mudraj
Qiraat Sabih bil Mudraj adalah Qira’atyang menyerupai kelompok Mudraj dalam hadis, yakni Qira’atyang telah memperoleh sisipan atau tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.
b.      Beberapa Pembagian Qiro’at Menurut Tingkatan[5]
Berikut ini adalah pembagian tingkatan qiraat para imam qiraat berdasarkan kemutawatiran qiraat tersebut, para ulama telah membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
             I.      Qira’at yang telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ahli Qira’atyaitu para imam Qira’atyang tujuh orang (Qira’atSab’ah).
          II.      Qira’at yang diperselisihkan oleh para ahli Qira’at tentang kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang shahih dan masyhur qiraat tersebut mutawatir, yaitu Qira’atpara imam Qira’atyang tiga; imam Abu Ja’far, Imam Ya’kub dan Imam Khalaf.
       III.      Qira’at yang disepakati ketidak mutawatirannya (Qira’atsyaz) yaitu Qira’atselain dari Qira’atpara imam yang sepuluh (Qira’at‘Asyarah).
c.       Mengenal Imam-Imam Qira’at[6]
Berikut ini adalah para imam Qira’atyang terkenal dalam sebutan Qira’atSab’ah dan Qiraat ‘Asyarah , serta Qira’atArba’ ‘Asyara :
1)      Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari Qira’atdari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi Qira’atImam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2)      Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari Qira’atdari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW.  
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
3)      Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar Qira’atdari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima Qira’atlangsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).
4)      Abdullah bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima Qira’atdari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5)      ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima Qira’atdari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6)      Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi Qira’at-nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7)      Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.
Beliau mengambil Qira’atdari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
8)      Abu Ja’far al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin Qa’qa’ al-Makhzumi al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah seorang Imam Qiraat ‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 130 H.
Beliau mengambil qiraat dari maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud mengambil qiraat dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal menjadi perawi qiraatnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w. 170 H).
9)      Ya’qub al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama panggilannya Muhammad. Beliau seorang imam qiraat yang besar, banyak ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau merupakan sesepuh utama para ahli qiraat sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H.
Beliau mengambil qiraat dari Abdul Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin Maimun dan Abul Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai sanad yang bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.
Murid sekaligus perawi dari qiraat Imam Ya’qub yang terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H). Dan masih banyak lg yang lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan.


BAB III
PENUTUP
            A. Kegunaan Mempelajari Qira’at[7]
Dengan bervariasinya qira’at, maka banyak sekali manfaat atau faedahnya, diantaranya:
1)  Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.
2)      Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an.
3)  Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, karena setiap qira’at menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu pengulangan lafadz.
4)      Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira’at lain.
5)      Memperbesar pahala.
  
DAFTAR PUSTAKA
ABIDIN S., Zainal, Drs., Seluk Beluk al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1992
HASANUDDIN AF, Anatomi Qur’an; Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya Terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
ISMAIL, Sya’ban Muhammad, Dr., Mengenal Qira’at al-Qur’an, Semarang: Bina Utama, 1993
MUDZAKKIR AS, Drs., Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1994


Postingan populer dari blog ini

Tips menjawab 18 pertanyaan tersulit wawancara pekerjaan

PANCASILA LAMBANG NKRI